Kamis, 01 Agustus 2013

Kisah Pohon Beringin Roboh, Kembali Berdiri !

Lingkungan alam yang ada di sekitar kehidupan kita adalah guru yang paling jujur, selagi kita semua dengan jujur mengakuinya. Belajar dari kutulusan dan kejujuran nurani, agar supaya imajinasi dan ilusi tidak menguasai alam pikiran kita.
BERGURU KEPADA ALAM
Peristiwa robohnya pohon beringin berdiameter ±100-150 cm tidak menggemparkan warga dusun Celapar, Kelurahan Sumber Rejo, Kecamatan Kokap, Kab Kulonprogo. Namun enam bulan kemudian barulah warga dibuat gempar manakala menyaksikan pohon beringin raksasa itu kembali berdiri tegak seperti sedia kala. Pada awalnya warga menyayangkan tumbangnya pohon itu karena di bawahnya terdapat sendang yang menjadi sumber mata air bagi warga desa di sekitarnya. Semenjak pohon beringin yang berdiri kokoh di samping sendang itu tumbang membuat air sendang menjadi surut dan hampir mengering. Sebelumnya air sendang itu tidak pernah surut walaupun melewati musim kemarau yang panjang.
Ketika pohon itu roboh warga belum sempat memotong akar dan ranting sementara sebagian besar batang dan dahan posisinya melintang di tengah jalan pengubung antar kelurahan. Kurang lebih selama 6 bulan pohon beringin itu tumbang dengan posisi masih melintang menutupi jalan aspal desa. Adalah Pak Mugi berdua bersama seorang anak laki-lakinya melanjutkan pekerjaannya untuk membersihkan beringin agar jalan desa itu bisa dilalui lagi. Pagi hari Pak Mugi dan putranya mulai melanjutkan pekerjaan yang sudah tertunda enam bulan. Mereka di pagi tidak melihat kejanggalan apapun, semua tampak wajar-wajar saja. Beranjak siang mereka mulai curiga mendapati batang pohon beringin yang semula rapat menempel ke permukaan jalan posisinya sudah mengambang setinggi lebih kurang 60 cm dari permukaan jalan. Pak Mugi akhirnya tidak menghiraukan kejanggalan itu dan mulai memotong batang pohon di bagian tengah menjadi dua bagian. Pekerjaan berlangsung hingga hari menjelang siang. Di tengah hari yang panas itu Pak Mugi sejenak beristirahat sambil menikmati teh panas dan makanan khas desa yang suguhkan penduduk setempat. Ia beristirahat tepat di rumah penduduk yang posisinya di atas jalan. Saat sedang menenggak teh ginastel itulah Pak Mugi menyaksikan pohon beringin mulai bergerak-gerak. Pak Mugi berteriak menyuruh anaknya yang berada di atas batang beringin supaya melompat turun. Spontan putra Pak Mugi melompat dan meninggalkan gergajinya di atas batang pohon. Pak Mugi terkesima melihat putranya melompat ke tanah hingga berguling. Hanya sekejap, pak Mugi menyaksikan pohon beringin itu posisinya sudah berdiri tegap seperti sedia kala. Bahkan akar yang tercerabut dari tanah, yang telah dipotong separoh ikut menancap ke tanah, kembali tegap berdiri kesannya pohon beringin itu tidak pernah tumbang hingga menyentuh tanah. Semenjak kejadian itu hanya beberapa pekan kemudian air sendang pun keluar lagi memenuhi sendang yang sudah lama surut.
Pohon beringin sudah berdiri lagi dalam posisi tegak vertikal. Hanya saja bagian atas yang terdiri dari dahan, ranting dan dedaunan sudah tidak tampak lagi karena batangnya tinggal separoh ke bawah. Seorang warga desa coba membuat asumsi untuk menerangkan kenapa pohon beringin dapat berdiri lagi setelah 6 bulan yang lalu tumbang. Ia mengasumsikan beban pada bagian atas pohon beringin setelah dipotong mengakibatkan bebannya pindah ke bagian akar bohon. Karena beringin itu masih memiliki akar yang kuat menancap di dalam tanah, sehingga akarnya kembali masuk ke tanah dan sampai menarik batang pohon hingga dalam posisi berdiri tegak. Asumsi tersebut mengimajinasikan akar pohon beringin itu bergerak seperti cacing menyusup kembali ke kedalaman tanah. Akar yang besar memiliki kekuatan besar pula sehingga mampu membuat batang pohon yang beratnya mencapai beberapa ton dapat kembali tegak seperti sedia kala. Sebagai asumsi sah-sah saja karena bagaimanapun juga untuk menjelaskan fenomena itu butuh suatu premis yang menggunakan nalar dan akal sehat. Namun bagaimana bisa terjadi bila akarnya sebagian besar sudah dipangkas?
INTELEKTUAL ATAU EMOSIONAL ?
1335678402631Secara logis mengutamakan rasio atau akal sehat dapat lebih bermanfaat daripada hanya mengutamakan emosi. Meskipun demikian, orang yang mengutamakan akal sehat atau nalar sering dinilai sebagai menuhankan akal. Sebaliknya segala sesuatunya didefinisikan sebagai kehendak Tuhan secara mutlak. Dengan memakai pola pikir demikian, lantas rampunglah pemberdayaan akal budi manusia yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan (scientific). Sedikit orang yang menyadari sesungguhnya gugon tuhon dan pentahyulan, berawal dari malasnya orang untuk berfikir mencari jawaban atas suatu teka-teki dan rahasia alam. Bahkan sampai terjadi pola pikir yang salah kaprah. Perlu saya sampaikan bahwa gugon tuhon dan pentahyulan ini bukanlah cara berfikir masyarakat Jawa. Karena dalam spiritualitas Jawa lebih mengutamakan ngelmu kasunyatan. Spiritualitas berdasarkan fakta.
Sekali lagi, pemberdayaan nalar dan akal pikiran, sebagai sistem analisa jauh lebih bermanfaat ketimbang segala sesuatu lantas disederhanakan dengan pernyataan “semua sudah menjadi kehendak tuhan untuk menunjukkan kebesaranNya”. Mengutamakan akal sehat sama halnya pendayagunaan akal pikiran untuk menganalisa suatu fenomena. Sebaliknya, dapat dikatakan pula sebagai sikap menuhankan emosi yang berarti berbagai misteri tidak perlu lagi ada analisa dan pembahasan. Dengan mengedepankan emosi akibatnya pola pikir menjadi sempit dan mengurangi daya kritis nalar kita. Tradisi seperti itu lama-kelamaan menjadi kebiasaan malas berfikir. Orang yang malas berfikir biasanya emosinya lebih dominan menguasai diri. Cara pandang nya pun menjadi subyektif dan pendapatnya seringkali tidak masuk akal. Emosi yang menguasai diri membuat seseorang cenderung bersikap anti perbedaan pendapat. Ujung-ujungnya tindakan 3-G yakni golek benere dewe, golek butuhe dewe, golek menange dewe; saling berebut benernya sendiri, berebut butuhnya sendiri dan berebut menangnya sendiri. Karena emosi hanya berdasarkan rasa suka tidak suka, senang tidak senang, puas tidak puas, akibatnya akan mudah memicu nafsu angkara yang berujung pada tindak kekerasan. Semua itu merupakan resiko dari sikap fatalistis dan anti-dialog. Meskipun demikian tak dapat dipungkiri, pernyataan fatalistis pun ada sisi “positif” yakni membuat puas bagi yang lebih suka bersikap penurut dengan sekedar mengandalkan faktor imani (yakin) yakni percaya pada suatu hal tanpa sarat dan tak perlu pembuktian. Sebaliknya, bagi siapapun yang memiliki tradisi intelektual akan terbiasa berfikir kritis, cerdas, cermat dan selalu memanfaatkan akal sehat serta sistem penalaran yang logis dan sistematis.
Kembali ke pembahasan, berikut ini adalah pengamatan yang dapat saya sampaikan setelah on the spot ke lokasi untuk menggali informasi (deep interview), pengamatan langsung (observasi), dan terutama “observasi” dengan mata batin untuk menggali dan menemukan rahasia di balik peristiwa itu. Dengan harapan menemukan fakta dan data, fenomena dan noumena, yang dapat menjawab pertanyaan,”mengapa pohon itu bisa berdiri lagi ? Dengan harapan menambah khasanah ilmu pengetahuan, terutama pemahaman akan rumus-rumus dan hukum alam yang ada di jagad raya ini, yang selama ini masih tersembunyi dari pengamatan dan pengetahuan kita.
KEBODOHAN SUMBER KERUSAKAN ALAM
Sebagai salah satu prinsip hukum alam, keberadaan sendang biasanya berada di dekat pohon besar. Jika pohonnya tumbang dapat mengakibatkan air sendang menjadi surut. Hampir setiap sendang yang keadaan airnya masih normal berenergi lebih besar dibandingkan lingkungan alam sekitarnya. Wajar bila kemudian sendang memiliki kesan sakral dan magis apalagi keberadaannya selalu disekitar pohon-pohon besar. Dari fakta itulah kita dapat memahami mengapa kearifan lokal (local wisdom) budaya masyarakat Jawa khususnya, dan Nusantara pada umunya yang mensakralkan sendang. Kearifan lokal itu menjadi cermin kesadaran masyarakat untuk bersikap santun kepada lingkungan alam, serta peduli menjaga tata keseimbangan alam. Khususnya menjaga kelangsungan air sendang supaya tidak terjadi kerusakan ekosistem di sekitarnya. Kearifan lokal itu terbentuk oleh kecerdasan spiritual dalam mengurai teka-teki kehidupan dan memahami lingkungan alamnya.
Kearifan lokal masyarakat dusun Sumber Rejo –yang artinya : sumber/air kemakmuran–, Desa Celapar, Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo DIY memiliki kesadaran menjaga kelestarian air. Meskipun demikian tidak jarang pula penduduk setempat mendapat cemooh karena sebagian orang masih ada yang menganggap perilaku mensakralkan atau mengkeramatkan sendang sebagai bentuk perilaku hina, tidak berbudaya dan tidak religius. Dikatakan sirik, sesat, menyimpang dan lain sebagainya. Tak jarang pula pihak yang berpendapat ekstrim seperti itu tanpa menyiratkan wajah belas kasih terhadap lingkungan alam dan seluruh mahluk dengan teganya membuat ulah yang berakibat pada kerusakan sendang. Pada kasus lainnya penduduk sengaja menebang pohon yang dianggap sumber kesesatan. Bahkan sampai menimbun sendang yang sudah jelas-jelas berfungsi sebagai resapan air dan sumber kehidupan untuk warga sekitar. Sendang yang kering semakin bertambah banyak jumlahnya. Di sisi lain jumlah mahluk hidup terutama bangsa manusia terus bertambah banyak. Persoalan menjadi semakin parah ketika manusia mulai menggunduli hutan, mencemari air sungai dan membuat polusi udara di mana-mana. Sebagai konsekuensinya terjadi pemanasan bumi dan pergantian iklim dengan siklus waktu yang tidak jelas ketentuan waktunya. Dalam waktu singkat cuaca sering berubah-ubah tanpa ritme yang harmonis. Akibatnya lingkungan alam sering terjadi kekeringan dan di lain waktu banjir besar. Pertanian menjadi kurang subur, hama semakin beragam, hama aneh dan misterius seringkali muncul seperti serangan hama ulat bulu, tom cat, tikus, dsb. Stok pangan bagi masyarakat sekitar semakin berkurang. Di sisi lain menjadikan bertambahnya ragam wabah penyakit yang menyerang manusia dan hewan ternak, baik yang bersumber dari perubahan cuaca, hawa panas, bakteri dan virus yang semakin beragam akibat perubahan genetika.
AIR DAN UDARA MENJADI SUMBER UTAMA KEHIDUPAN
Kita tanamkan kesadaran bahwa sumber air memiliki nilai yang sangat mahal. Air adalah sumber hidup dan kehidupan sama halnya dengan udara. Kesadaran itu hendaknya menjadi motivasi agar kita selalu menjaga kelestarian mata air atau sumber-sumber air lainnya. Kesadaran tingginya nilai air bagi kehidupan, oleh sebagian pemodal kuat justru dieksploitasi untuk kepentingan bisnis. Misalnya dikemas dalam botol air mineral. Warga dilarang mengambil air secara bebas dan cuma-cuma, kecuali harus membayar sekian rupiah kepada juragan yang mengeksploitasi sendang dengan alasan ia sudah membeli lahannya dari pemerintah atau warga pemilik tanah. Semula alam dengan penuh kasih melimpahkan sumber air bagi seluruh kehidupan termasuk bagi warga sekitar. Kini, banyak sendang berubah menjadi kering, sementara sendang yang airnya masih berlimpah menjadi barang komoditas untuk dieksploitasi secara pribadi oleh para pemilik modal dari dalam maupun luar negeri. Ironis sekali, tindakan itu telah meng-alienasi (mengasingkan) warga setempat karena sebelum diekploitasi pemilik modal, masyarakat sekitar adalah tuan rumah bagi sumber mata air itu. Namun kini masyarakat harus membayar mahal untuk menikmati kekayaan bumi pertiwi yang berlimpah ruah di tanahnya sendiri.
Kini banyak sendang-sendang yang bernasib naas, dirusak oleh orang-orang berpola-pikir sempit, atau dieksploitasi para investor tamak dan egois. Lantas mau dijadikan apa generasi penerus bangsa ini, anak-anak kita, cucu dan cicit Anda semua jika hanya mendapat warisan sampah-sampah industri, polusi udara, dan kerusakan alam yang sangat parah ? Marilah kita semua sebagai generasi penerus bangsa segera menyadarkan bangsa kita agar supaya beranjak menuju kesadaran spiritual lebih tinggi, yang lebih cerdas dan cermat. Apapun agamanya jika tidak dibarengi ilmu akan membuatnya bangkrut (baca : “kiamat”). Lihatlah betapa keyakinan tanpa menggunakan nalar atau akal sehat dapat menimbulkan konflik dan peperangan yang membuat keterpurukan masyarakat. “Menuhankan” emosi dan hawa nafsu sangat beresiko menciptakan kerusakan bumi. Maka saya pribadi tidaklah takut “menuhankan” nalar, atau akal sehat, karena bagi saya Tuhan Maha Rasional. Jika belum ketemu sisi rasionalitasnya, itu hanyalah ketidaktepatan pola pikir kita saja dalam memahami suatu peristiwa.
GENERASI PERUSAK BUMI
Sementara itu para pendahulu, leluhur-leluhur kita semua yang telah mewariskan nusantara ini, bumi dan tumbuhan yang gemah ripah, subur makmur, ijo royo-royo, sejuk segar hawanya. Namun kini telah dirusak dengan semena-mena oleh generasi penerus. Sebagian orang justru lebih suka menghormati dan menyanjung leluhur bangsa asing yang tak pernah tercatat dalam sejarah memberikan konstribusi positif bagi lestarinya lingkungan alam di Nusantara ini. Banyak idola-idola impor dari manca yang dijadikan role-model. Bagaikan anak kecil yang mengidolakan tokoh dalam cerita komik. Gejala itu menjadi trend di saat ini. Dus seolah-olah bangsa ini tak pernah mencetak manusia idola yang layak dijadikan panutan bagi kehidupan generasi masa kini. Barangkali tidak terlalu berlebihan jika menganggap trend di atas menjadi salah satu penyebab lunturnya jiwa kesatria, jiwa pelestari lingkungan alam, jiwa patriot dan jiwa nasionalis pada generasi sekarang. Bagaimana mungkin akan bangkit badannya, bila jiwanya saja terpuruk. Bagaimana Indonesia ini akan mampu meraih cita-cita menjadi bangsa yang sejahtera, adil dan makmur, bila jiwa bangsa (volkgeist) pada penduduk Indonesia berada dalam keterpurukan ?! Come on…wake up our soul, wake up our body. Bangkitlah jiwanya, bangkitlah badannya.
Siapa sesungguhnya para pendahulu yang telah berjasa atas kehidupan kita saat ini ? Termasuk kehidupan para pelaku eksploitasi sumberdaya alam itu sendiri. Kita tak bisa memungkirinya, bahwa kita sedang menghadapi sebagian generasi penerus yang menghianati para pendahulunya. Generasi yang telah mencampakan jati diri bangsanya sendiri. Generasi perusak bumi ternyata kedodoran dalam mencapai kesadaran spiritualnya. Jangankan kesadaran spiritual, disadari atau tidak, kesadaran nalar tampaknya sudah mampet atau memang sengaja dimampetkan. Sehingga yang dominan adalah kesadaran nafsu alias keinginan ragawinya yang mengabdi pada hawa nafsu angkara (nuruti rahsaning karep).
MISTERI KEHIDUPAN DI BALIK SENDANG
1335759475615Apapun & siapapun yang hidup di dimensi bumi baik fisik maupun metafisik tentu saja bermanfaat. Sendang yang terkesan tak bernyawa, sungguh ia telah menyangga matarantai nyawa kehidupan lintas dimensi mencakup ; bangsa manusia, hewan, dan tumbuhan, bahkan mahluk halus. Ia ada untuk memberikan kehidupan kepada seluruh makhluk dengan penuh kasih tanpa pilih kasih (mulat laku jantraning bumi). Sendang merupakan sumber kehidupan milik bersama seluruh mahluk yang tak satupun makhluk boleh mengeksploitasi. Jika kita memahami, sesungguhnya masing-masing makhluk hidup sudah memiliki manajemen hidup yang bersifat alamiah penuh nilai kearifan dan kebijaksanaan. Sistem manajemen yang tidak melanggar wewaler (pantangan) di dalam hukum alam.
Bagi bangsa binatang, tumbuhan & mahluk halus mereka tak perlu belajar & harus susah-payah mengembangkan kesadarannya. Sebab mereka sudah memiliki instink yang mampu membimbing perilakunya agar selalu selaras dengan tata keseimbangan alam. Merupakan fakta, bahwa kesadaran instink-nya telah membimbing mereka pada jalur perilaku yang tepat untuk selaras dan harmonis dengan hukum alam sehingga tidak pernah melanggar wewaler (hukum alam) kecuali tata keseimbangannya telah dirusak oleh bangsa manusia. Tumbuhan dan binatang, merupakan fakta bahwa mereka adalah makhluk paling takwa kepada Tuhan.
Sudah menjadi hukum (rumus) alam bahwa setiap ada sendang di situ terdapat pohon besar. Seolah-olah merupakan kejadian bersifat kebetulan. Tetapi sesungguhnya bukanlah peristiwa yang kebetulan. Keduanya merupakan rangkaian yang harus ada & terjadi sebagai simbiosis yang bersifat mutual. Saling menguntungkan, saling memberi & saling menerima. Akar pohon menghunjam ke dalam tanah, berfungsi menjaga celah & rongga-rongga tanah sebagai jalur aliran air menuju sendang agar tanahnya tidak larut & longsor menimbun sendang. Jika pohon yang ada di dekatnya tumbang atau ditebang, pada akar-akarnya akan terjadi disfungsi. Akibatnya air sendang menjadi mampet & lama-kelamaan sendang menjadi kering. Di samping itu, makhluk halus lebih suka memilih pohon-pohon besar sebagai tempat tinggal keluarga & komunitasnya. Pohon besar sangat ideal menjadi “rumah” bangsa mahluk halus. Wajar saja jika mereka berkepentingan menjaga “rumahnya” sendiri dari berbagai macam gangguan. Seperti halnya bangsa manusia yang selalu menjaga asetnya berupa rumah & tempat tinggalnya sendiri. Kita sudah semestinya dapat memahami mengapa mahluk halus berkepentingan untuk selalu menjaga kelestarian pohon-pohon besar agar tetap tumbuh & berdiri kokoh. Bodohnya, manusia terkadang merasa terganggu dengan keberadaan mahluk halus penunggu pohon besar. Namun dirinya sendiri tak mampu menyadari jika hidupnya sangat tertolong oleh keberadaan pohon besar yang sangat bermanfaat untuk kelangsungan hidup manusia.
Bagi siapapun yang telah merdeka dari perbudakan nafsu & egoisme pribadi. Dapat menyadari apa untungnya bagi bangsa manusia atas perilaku wajar bangsa lelembut yang mempertahankan pohon besar di dekat sendang, sangat selaras dengan kepentingan bangsa manusia. Lelembut, tumbuhan, binatang semua memanfaatkan pohon besar dan sendang sebagai tempat tinggal mereka. Bangsa manusia memanfaatkan air sendang sebagai sarana memenuhi kebutuhan mineral & memerlukan pohon besar sebagai produsen oxigen. Untuk itu hendaknya bangsa manusia lebih berani belajar kepada bangsa lelembut, bangsa tumbuhan dan bangsa binatang karena mereka sudah terbukti selalu setia dalam simbiosis mutual, saling menjaga kedua sumber kehidupan, yakni pohon besar dan sendang sebagai sumber kehidupan mereka sendiri.
Lelembut seperti halnya binatang dan tumbuhan, pada dasarnya bukanlah mahluk jahat. Mereka hanya menjalani hidup sesuai kodratnya dalam koridor hukum alam. Pemaknaan ini kiranya sama dengan kalimat “tunduk patuh kepada Tuhan”. Lelembut tidak pernah menjahati binatang dan tumbuhan. Kenapa bangsa lelembut tidak mengganggu bangsa binatang dan tumbuhan. Sebab bangsa binatang dan tumbuhan selalu selaras dengan hukum alam. Bangsa lelembut, binatang dan tumbuhan memiliki kesadaran kosmologis yang sangat ideal. Karena mereka bebas merdeka dari  pengaruh doktrin-doktrin dan terbebas dari penafsiran subyektif menurut kepentingan masing-masing kelompok. Bangsa binatang, tumbuhan, lelembut, hidupnya mengalir apa adanya sesuai ketentuan alam, tidak ada penafsiran dan penilaian secara subyektif yang sering terjadi pada bangsa manusia. Bangsa lelembut, binatang, dan tumbuhan tidak pernah merusak lingkungan alam. Tidak pernah menciptakan pencemaran. Bila terjadi kerusakan lingkungan alam karena ulah binatang, hal itu karena ulah manusia yang telah mengganggu sistem keseimbangan pada kehidupan kaum binatang.
Kenapa manusia kadang merasa diganggu bangsa lelembut, karena sebagian manusia secara sadar atau tidak telah mengganggu eksistensi bangsa lelembut. Belum terbukanya kesadaran kosmologisnya menjadi faktor utama mengapa bangsa manusia masih sering mengganggu eksistensi bangsa lainnya. Orang seringkali tidak menyadari telah melanggar pantangan (wewaler) atau aturan hidup (paugeran) yang tidak lain merupakan rangkaian hukum tata keseimbangan alam yang berlaku di lingkungan hidup kita. Berawal dari besarnya ego dan rendahnya kesadaran kosmologis bangsa manusia sendiri, sehingga seseorang lebih suka menyalahkan bangsa lelembut, binatang, dan tumbuhan sebagai faktor penganggu kehidupan manusia. Sampai di sini, mari kita bersama-sama melakukan instropeksi diri, sampai di mana kesadaran kosmologi yang telah dapat kita raih.
Kita sadar diri di manapun kita menjalani hidup akan selalu berdampingan dengan mahluk-mahluk hidup lainnya. Oleh sebab itu hendaknya kita tidak menjadi pribadi yang egois dan tamak. Watak 3G : Golek menange dewe, Golek butuhe dewe, Golek benere dewe. Tiga macam watak destruktif yang tidak dimiliki para mahluk kecuali bangsa manusia. Kita mudah menyaksikan bangsa manusia telah merusak lingkungan alam, seringkali membunuh dan menghancurkan mahluk-mahluk yang begitu bijaksana dalam menjalani tata kehidupan mereka. Manusia hidup karena mendapatkan kehidupan dari lingkungan alam, termasuk dari bangsa binatang dan tumbuhan yang secara nyata telah mensuplai “kehidupan” kepada bangsa manusia. Namun demikian ternyata bangsa manusia belum mampu berbalas memberikan kehidupan bagi mahluk-mahluk bangsa lainnya.
“API” DI BUKIT MENOREH
1335759491695Untuk menuju dusun Celapar, Kel Hargowilis, Kec Kokap, Kab Kulonprogo, dari Jogja harus menempuh sekitar 50 km ke arah barat. Hargowilis (hargo=gunung, wilis=hijau) masih berada tepat di bentangan lajur bukit Menoreh yang begitu legendaris hingga menjadi alur cerita utama dalam cerita bersambung berjudul Api di Bukit Menoreh karya SH Mintarja yang masuk dalam catatan rekor dunia sebagai novel serial terpanjang.
Dari Jogjakarta, perjalanan 40 menit menuju Kota Wates Kabupaten Kulonprogo, dilanjutkan perjalanan menaiki bukit sejauh 12-14 km menuju waduk Sermo lokasinya termasuk wilayah Hargowilis. Dari waduk Sermo menuju dusun Celapar butuh waktu sekitar 15 menit atau sekitar 5-7 km saja. Perjalanan kami lakukan siang hari, dengan pertimbangan bisa menikmati pemandangan alam, di samping itu pertimbangan medan yang cukup berat. Fasilitas jalan memang sudah memadai, beraspal hotmix dan mudah dilewati mobil-mobil besar non-bus dan truck. Tetapi kondisi jalur yang berkelok dan banyak sekali tanjakan serta turunan cukup terjal dengan kemiringan hingga -+ 35°. Pemandangan kiri kanan sangat indah, namun harus ekstra hati-hati karena di beberapa ruas jalan sebelah kiri atau kanan terdapat jurang yang cukup dalam. Wilayah Hargowilis dan Celapar, GPS kami rata-rata mencatat ketinggian antara 400-800 mdpl. Tetapi daerah ini seringkali diselimuti kabut tebal dan udara yang cukup sejuk karena areal Hargowilis dan Sermo merupakan Hutan Taman Nasional. Banyak sekali ragam flora dan fauna, pohon-pohon besar tumbuh disepanjang jalan, beberapa menjuntai ke tebing jurang. Tampak batu-batu hitam sebesar truk seringkali menyembul di antara semak dan pepohonan besar, membuat suasana menjadi lebih angker dan sakral saat diselimuti kabut. Pemandangan ini sangat mengasyikan untuk petualangan.
Jogjakarta menyimpan banyak keunikan, diapit oleh empat unsur alam yang menonjol. Api di utara, air laut di selatan serta terdapat dua perbukitan yang berbeda karakter alamnya yakni batu kapur di sebelah timur dan batu hitam di sebelah barat. Di wilayah timur, terdapat kabupaten Gunungkidul, sebagai barisan bukit batu kapur. Batu kapur tidak lain berasal dari binatang laut seperti kerang dan terumbu karang yang hidup di dasar laut. Melalui proses panjang jutaan dan milyaran tahun, dasar laut bergerak naik menjadi perbukitan batu kapur. Di wilayah GK banyak sekali wilayah sakral dan berenergi (suatu waktu akan saya ulas untuk persembahan kepada seluruh pembaca yang budiman). DIY di wilayah selatan memiliki kolam raksasa bernama samudra hindia. Wilayah utara memiliki taman bermain bernama taman hutan Kaliurang lengkap dengan Gunung Merapi, sebagai gunung purba paling aktif di dunia sekaligus sumber mineral bagi masyarakat sekitar Gunung Merapi. Juga sebagai pusat energi panas bumi, dan hutan yang mengelilinginya sebagai cagar flora fauna sekaligus produsen O₂. Sementara itu di wilayah barat Jogjakarta, terdapat barisan bukit Menoreh yang banyak terdapat batu-batu hitam sedimen magma yang bergerak dari perut bumi pada jutaan atau milyaran tahun silam.
Di sepanjang bukit Menoreh ini sebenarnya banyak sekali fenomena unik bin ajaib sebagai cirikhas perbukitan di sana. Jika anda mencermati setiap puncak bukit, banyak terdapat batu-batu hitam andesit (sedimen magma) ukuran besar dengan garis tengah antara 2-7 meter, nangkring tepat di pucuk bukit. Kadang terasa ngeri membayangkan bagaimana jika batu itu mengelinding terjun ke kaki bukit. Tetapi faktanya kejadian seperti itu hampir tidak pernah terjadi, kecuali sewaktu ada gempa Jogjakarta tahun 2006 lalu yang membuat salah satu batu besar di puncak bukit kelurahan  Kalirejo, Kecamatan Kokap terjun dari puncak bukit menggelinding ke jalan di bawahnya. Tapi tidak sampai memakan korban.
GUNUNG KELIR
1335759493476Masih di wilayah barisan bukit Menoreh, dari Celapar Hargowilis ke arah utara terdapat bukit menjulang tinggi bernama Gunung Kelir. Disebut Gunung Kelir karena jika dilihat terutama dari wilayah tenggara, konfigurasi punggung bukit itu mirip pakeliran wayang. Yakni rangkaian wayang kulit yang ditata berjejer di depan layar. Gunung Kelir ini memiliki daya magis yang sangat kuat, energinya juga terasa besar sekali. Tidak mengherankan jika Gunung Kelir disakralkan oleh penduduk setempat. Bukan konon lagi, karena kami telah membuktikan sendiri, apa yang tadinya dianggap mitologi alias mitos atau gugon-tuhon ternyata merupakan fakta. Siapapun yang pergi ke Gunung Kelir kemudian melihat pelangi di atas Gunung Kelir itu, segeralah berdoa memohon sesuatu yang paling urgen dan darurat. Senantiasa harapan Anda akan terwujud. Atau munculnya pelangi dapat menjadi pertanda apa yang menjadi harapan dan cita-cita Anda selama ini akan terwujud. Dan cerita itu bukanlah mitologi atau dongeng ngoyoworo melainkan peristiwa faktual yang telah saya butikan sendiri. Di gunung Kelir kami menyaksikan sendiri memang terdapat banyak sekali harta karun yang tersimpan secara gaib. Tapi saya pribadi tidak berani lancang mencarinya, jika tanpa mendapatkan perintah langsung dari yang “punya”. Kecuali untuk memintakan orang lain siapa tahu mendapatkan keberuntungan di Gunung Kelir untuk mendapatkan harta karun sedapatnya. Itupun saya sarankan agar yang bersangkutan  memohon secara langsung di Gunung Kelir, siapa tahu diijinkan. Biasanya saya bekali jarum dan lidi untuk ditancapkan di gunung Kelir dengan posisi tertentu. Jika diijinkan maka yang bersangkutan akan mendapatkan wisik melalui mimpi. Jika tidak bermimpi itu berarti tidak mendapatkan ijin. Apalagi jika kedua benda itu hilang sebelum ditancapkan di lokasi. Itu artinya yang bersangkutan belum lulus dalam mengelola kebeningan hati dan ketulusan, atau ada faktor lain misalnya tidak percaya dan menganggap cara sederhana itu sebagai suatu kekonyolan belaka. Pasti yang bersangkutan akan dibuat heran sendiri dengan sirnanya kedua benda itu, sekalipun ia simpan rapat-rapat.
BERINGIN BESAR ITU KEMBALI BERDIRI
beringin roboh
Perhatikan Bekas 
 Gergajiannya

Al kisah sebagaimana telah penulis utarakan di atas, peristiwa ini terjadi pada pertengahan tahun 2011 lalu. Sempat diberitakan oleh media cetak dan elektronik nasional. Namun baru-baru ini kami sempat mensurvey dengan harapan mendapatkan jawaban akurat atas rasa penasaran dan tanda tanya besar. Oleh sebab apa pohon beringin besar itu bisa berdiri kembali setelah hampir sebulan roboh sampai menyentuh tanah. Kami sempat berbincang dengan Bapak S yang waktu itu bersama anak laki-lakinya mulai memotong batang pohon beringin yang telah tumbang selama kurang lebih 6 bulan. Saat akan mulai memotong bagian tengah, Pak S sudah agak curiga mendapati pohon beringin tumbang yang melintang jalan desa itu tampak bagian bawahnya menggantung setinggi -+ 60cm. Pak S meneruskan memotong akar-akar besar yang terhubung dengan bagian tengah batang beringin. Sementara itu anak laki-lakinya mulai memotong bagian tengah pohon beringin. Menjelang tengah hari, Pak S istirahat sambil wedangan tak jauh dari beringin tumbang. Saat menikmati wedang dan makanan tradisional, Pak S tiba-tiba melihat pohon beringin perlahan bergerak naik. Ia teriak supaya anaknya loncat dari atas bohon yang masih berbaring itu. Paak S hanya tertegun menyaksikan anaknya melompat dan jatuh terguling ke jalan. Gergaji ia lemparkan begitu saja. Hanya sekejap, pohon beringin itu telah berada dalam posisi tegak lurus vertikal. Gemparlah warga berduyun menyakikan keajaiban itu, sementara para wartawan media cetak dan elektronik berdatangan dari berbagai kota.
Tidak sulit menjangkau lokasi sendang dimaksud. Patokannya, dari waduk Sermo ambil arah ke dusun Celapar Kelurahan Hargowilis. Kondisi jalan aspal hotmix, setelah melewati dermaga waduk, terus lagi sekitar 100 meter ada jalan ke kanan menanjak terjal. Nanti akan ketemu SDN Celapar terus jalanan menurun cukup curam, 50 meter kemudian ada pertigaan ambil kanan. Dari pertigaan kurang lebih hanya 300 meter kondisi jalan sempit agak rusak dan berkelok menurun tajam. Pohon beringin berikut sendang akan tampak di lembah sebelah kiri jalan.
(Baju Batik) Saksi Hidup
Sesampai lokasi, lingkungan alam tampak sepi sekali, dan terkesan tidak terawat. Tak ada seorangpun menyambut kedatangan, melainkan para lelembut penunggu sendang dan pohon beringin bekas roboh, juga penunggu beberapa pohon gayam yang tampak berdiri kokoh di dekat sendang. Saat itu kami tidak melihat jenis lelembut lain selain bangsa genderuwo. Golongan mahluk halus dengan tinggi badan 3-5 meteran, dengan seluruh tubuh berbulu lebat. Warna bulu kehitaman, ada yang hitam keabu-abuan. Warna kulit wajah sedikit terang dibanding warna bulunya. Kuku panjang warna hitam legam, kulit jari agak berkerut-kerut. Bentuk wajah perpaduan antara singa dengan serigala. Warna mata di siang hari kehitaman mengkilap, jika malam hari kadang berwarna nyala merah redup. Saat ini tampak pula mereka sedang mengasuh anaknya. Namun induk semangnya (pasangan genderuwo) oleh masyarakat disebut wewe gombel, saat itu tidak tampak. Kemungkinan besar bangsa Genderuwo mempunyai kromosom yang hampir sama atau sejenis dengan bangsa manusia, terbukti genderuwo bisa menghamili bangsa manusia hingga melahirkan anak dan bisa hidup pula walau mempunyai karakter berbeda dibanding manusia pada umumnya.
Saat itu sempat terjadi perbincangan singkat dan sepatah dua patah kata. Pada intinya, mereka sendiri yang mendirikan kembali “rumah”nya yang roboh diterpa angin. Cukup ditarik oleh dua genderuwo, maka pohon beringin yang tinggal separoh itu lantas berdiri kembali. Alasannya, selain agar sendang keluar airnya lagi, juga anaknya paling suka bermain di pohon beringin itu. Sejenak kami kongkow-kongkow di sekitar sendang, dua di antara genderuwo yang ada sempat berujar “njauk udute” (minta rokoknya..!). Kami nyalakan dua batang rokok, karena mereka tak mau menghampiri, dus kita lempar saja ke arah mereka. Dan dua batang rokok yang sudah kami nyalakan itu dihabiskan sampai tinggal filternya. Kami kemudian bergegas melanjutkan perjalanan, di tengah jalan terdengar suara “arep bali po ? (mau pulang ya..?)
Apa sebab pohon beringin yang tumbang itu bisa berdiri lagi? Jawabnya sederhana sekali, seperti di atas. Tak perlu penjelasan rumit panjang lebar. Tak butuh penjabaran yang aneh-aneh dan tidak masuk akal. Karena genderuwo memang ada, dan memang mempunyai tenaga yang sangat besar. Jadi mudah saja membuat pohon beringin kembali berdiri seperti sedia kala. Jika pohon itu hanya ditinggali genderuwo dewasa, kiranya mereka enggan mendirikan lagi. Bangsa genderuwo seperti halnya bangsa manusia, sayang dan melindungi keluarga beserta anak-anaknya, hingga mereka mau bela-belain membuat pohon beringin berdiri lagi demi sang buah hatinya tercinta tetap bisa bermain. Apalagi perkembangbiakan bangsa genderuwo sangat lamban tidak seperti bangsa manusia yang bisa saja tiap tahun beranak.
HATI-HATI TERHADAP BANGSA GENDERUWO
Rumus hukum alam yang terjadi : setiap makhluk yang dapat berkembang biak, atau bisa beranak pinak, mereka akan mengalami kematian pula. Sebaliknya mahluk yang tidak beranak pinak maka tidak ada kematian pula padanya. Bangsa gendruwo tergolong mahluk yang bisa beranak pinak oleh sebab itu bisa pula mati. Hanya saja usia rata-rata genderuwo mencapai ratusan tahun, bahkan ada yang mencapai hingga ribuan tahun. Bangsa genderuwo juga bisa terbunuh oleh bangsa manusia yang mempunyai kemampuan jaya kawijayan yang memadai. Demikian pula sebaliknya. Genderuwo memiliki karakter “pribadi” yang berbeda-beda seperti halnya bangsa manusia, ada yang santun, lembut, ada pula yang kasar dan kurang sopan, bahkan ada pula yang kurang ajar suka meniduri wanita dari bangsa manusia dengan cara berkamuflase mirip seperti wajah suaminya. Lazimnya gendruwo melakukan hal itu pada saat si suami sedang berangkat pergi jauh atau keluar kota. Namun bagi para wanita jangan khawatir karena ada beberapa tips untuk menangkal ulah genderuwo yang jahil ingin meniduri.
Waspadai saat suami berpamitan untuk pergi misalnya ke luar kota tanpa membawa kendaraan apapun dari rumah. Namun sebentar kemudian, antara 30 menit hingga 1 jam, suami kembali pulang ke rumah dengan alasan urung pergi. Wujudnya nyaris sempurna mirip dengan suami, bedanya ia banyak diam, tak banyak cakap. Biasanya suami jadi-jadian itu sesegeranya minta dilayani istri untuk berhubungan intim. Apa bila terdapat tanda-tanda seperti itu pada suami Anda, pertama cermati dan waspadai segala macam keanehan di luar kebiasaan suaminya. Untuk membadarkan atau menggagalkan “ilmu” si genderuwo, sebaiknya segera buatkan air minum misalnya teh atau kopi, atau air putih dengan gelas atau cangkir. Suruh si suami mencuirgakan itu segera meminumnya. Jika si suami ternyata merupakan jadi-jadian dari bangsa genderuwo pasti ia tidak akan besedia untuk meminum minuman yang sudah Anda sodorkan. Jika mau menyeruput minum yang disajikan istri, maka penyamarannya akan gagal total. Alias kembali berubah ke wujud asli. Namun sebelum ketahuan wujud aslinya, biasanya suami jadi-jadian akan segera lenyap menghilang. Jangan pernah berfikir peristiwa seperti itu tidak akan terjadi di kota besar atau di zaman modern ini. Karena anggapan Anda seperti itu tidak selalu benar. Walau jika sampai terjadi hubungan intim dengan bangsa genderuwo, namun belum tentu mengakibatkan kehamilan, sehingga bisa saja kasus itu terjadi tanpa disadarinya. Bukan untuk menakut-nakuti, tetapi seyogyanya fakta ini diketahui untuk meningkatkan kewaspadaan para istri dan suaminya.
Selain tips di atas, cobalah tips berikut, ambilah empon-empon dlingo dan bengle. Keduanya cukup dipotong tipis. Ambil satu potongan untuk masing-masing bahan. Jika sempat, tumbuk keduanya lalu gunakan oleskan ke bagian mana saja dari tubuh suami yang mencurigakan tersebut. Atau bisa juga dioleskan ke telapak tangan Anda, lalu digunakan untuk berjabat tangan atau mengusap tubuh bagian mana saja si suami yang Anda curigai.
Namun perlu dicatat bahwa tidak semua bangsa genderuwo wataknya jahil, masih lebih banyak yang santun bahkan ada pula yang lebih santun dari bangsa manusia kebanyakan, dan tidak mau menjahili bangsa manusia selama mereka tidak benar-benar terganggu oleh ulah manusia. Perlu saya tegaskan agar tidak terjadi stigma bahwa bangsa genderuwo seperti halnya bangsa manusia, ada yang santun, ada juga yang suka iseng, bahkan tak jarang suka kurang ajar terhadap bangsa manusia, terlebih lagi bangsa manusia yang tidak ada rasa hormat dan welas asih kepada bangsa tak kasat mata.
MISTERI KALIBIRU
Tak jauh dari dusun Celapar, terdapat lokasi wisata Kalibiru, terletak di puncak bukit dengan ketinggian hanya sekitar 500-600 mdpl. Namun jika Anda berada di atas puncak Kalibiru Anda dapat melihat pemandangan yang begitu indah dan menawan. Di sisi Barat Laut tampak konfigurasi puncak Gunung Kelir yang tampak lebih tinggi dari posisi Anda berada di puncak Kalibiru. Jika Anda memandang ke arah selatan akan tampak waduk Sermo di mana Anda dapat berlayar dengan perahu wisata keliling waduk di antara kaki perbukitan Menoreh, di tengah waduk juga terdapat restoran apung yang menyediakan menu-menu ikan air tawar. Di puncak Kalibiru ini fasilitas infrastruktur sudah cukup memadai, toilet umum yang bersih, air yang bening, dan penginapan untuk keluarga maupun untuk rombongan dengan kapasitas 100 orang. Di puncak ini juga terdapat pendopo dengan halaman yang lumayan luas yang bisa disewa untuk suatu acara. Wilayah perbukitan kalibiru telah dibangun oleh Pemerintah setempat jalur wisata cycling dengan mountainbike, dan track khusus bagi yang gemar berpetualangan sambil berolahraga dengan sepeda motor jenis trail. Sehingga menjadikan lokasi ini sangat memadai untuk acara keakraban, rendezvous, outbond bagi mahasiswa maupun staff kantor atau keluarga. Apalagi pengelola wisata Kalibiru telah menyediakan bus ukuran ¾ (kapasitas 20-30 orang) yang siap menjemput rombongan dari kota Jogja maupun wilayah yang berada di sekitarnya seperti Purworejo, Magelang, Klaten, Solo. Untuk menjemput rombongan dari Jogja ke Kalibiru, tidaklah mahal Anda cukup merogoh kocek sekitar Rp.500.000-an saja.
Ada yang unik dengan Kalibiru. Beberapa kali ada kejadian, ada pengunjung yang kesurupan. Dibacakan doa apapun biasanya tidak sembuh. Rahasianya cukup sederhana saja, bawa orang yang kesurupan keluar dari wilayah tersebut, nanti akan sembuh dengan sendirinya. Namun Anda tak perlu khawatir mengalami hal itu, asal Anda tetap menjaga sikap santun, dalam arti tidak perlu mentang-mentang merasa ampuh bisa melakukan apa saja, atau tidak percaya samasekali dengan hal-hal demikian. Saat kami berada di lokasi, sangatlah mafhum karena Kalibiru merupakan hutan belantara yang berfungsi sekaligus sebagai hutan lindung. Lebih dari itu, seperti telah saya utarakan di atas, wilayah pegunungan Menoreh menyimpan banyak misteri, di Kalibiru banyak terdapat pula batu-batu hitam besar yang nangkring di puncak bukit. Sejauh yang dapat kami amati, wilayah Kalibiru juga banyak sekali penghuni dari bangsa halus ; bangsa demit, siluman, dan kebanyakan dari bangsa genderuwo. Kejadian kesurupan merupakan salah satu bentuk interaksi antara bangsa halus dengan bangsa manusia. oleh karena itu justru bagi jiwa-jiwa petualang hal itu malah lebih mengasikkan tentunya. Kesadaran spiritual kita akan lebih terbuka, wawasan spiritual kita akan semakin bertambah luas, dan diri kita akan menjadi individu yang bijaksana dalam memahami kompleksitas jagad raya dengan segala macam isinya. Kami sendiri membuktikan, jika kita berusaha untuk menjaga sikap santun, bersahabat atau tidak merasa memusuhi para titah alus, menghargai dan tidak merusak lingkungan alam, para titah halus itu justru akan menyambut kita dengan sikap yang sangat baik. Bahkan jika Anda akan mendapati celaka di wilayah itu, para titah halus itu akan serta-merta membantu Anda.
TANGGAP TAYUH (Seni Taledek)
IMG_20120615_154741 
Warga masyarakat dusun Sumber Rejo di sekitar sendang sudah puluhan tahun terbiasa dengan tradisi menanggap seni tradisional Tayub yang digelar di areal samping sendang. Adat tanggapan tayub dilaksanakan setiap bulan Rejeb dilakukan setiap dua tahun sekali. Uniknya, grup tayub harus yang berasal dari Kecamatan Nglipar Kab Gunung Kidul. Pernah suatu ketika masyarakat Sumber Rejo menggagas ide untuk mengadakan tradisi Sapar-an (bulan Sapar) dengan menanggap seni tayub dari daerah setempat. Tidak hanya itu, kemudian masyarakat punya ide untuk mengganti sekalian tradisi menanggap tayub tiap bulan Rejeb dengan pagelaran wayang kulit dan kesenian reog. Sementara itu pentas seni tayub yang semula grup selalu berasal dari Nglipar GK diganti grup kesenian tayub dari desa Hargowilis Kec Kokap Kab Kulonprogo. Beberapa tahun gagasan baru itu dilaksanakan. Tetapi kemudian terjadi kejanggalan karena selama itu pula sendang menjadi kering tak berair sama sekali. Hingga kemudian terjadi peristiwa ada seorang warga kesurupan seorang putri bernama Nyai Ambal Sari minta supaya adat dikembalikan dan dilaksanakan pada akhir bulan Arwah seperti sediakala. Pemangku adat Noto Susilo desa Sumber Rejo kemudian mengembalikan tradisi dan jadwal seperti sedia kala. Semenjak sendang kembali dipenuhi air lagi. Setelah kami lihat langsung ke lokasi, di sana memang ada yang menjaga sendang bernama Nyai Ambal Sari, Nyai Sumber Rejo, dan Raden Bagus Jali. Leluhur-leluhur tersebut dulu kala berasal dari wilayah Keraton Mataram.
Ada beberapa pantangan bagi masyarakat desa Sumber Rejo. Masyarakat boleh memanfaatkan air sendang untuk kebutuhan hidup maupun untuk mencuci pakaian. Namun masyarakat dilarang menggunakan deterjen atau sabun, karena akan mencemari air sendang. Bagi yang melanggar pantangan, akibatnya cukup serius. Maka warga desa tetap patuh dan santun menjaga air sendang. Mereka memahami bahwa satu sumber mata air itu digunakan oleh seluruh mahluk. Binatang, tumbuhan, lelembut dan bangsa manusia sama-sama membutuhkan sumber air tersebut. Namun yang paling tegas menjaga sumber air tersebut pada kenyataannya adalah bangsa lelembut. Tidak akan memberikan toleransi bagi perusak sumber air tersebut. Sementara itu bangsa binatang dan tumbuhan sangatlah patuh dan tidak akan pernah merusak sumber air tersebut. Ironisnya, bangsa manusialah yang paling potensial melakukan perusakan. Hanya saja bodohnya manusia sendiri, malah menganggap mahluk halus yang menjaga kelangsungan sumber air dengan sikap tegas menindak siapa yang merusak, malah dianggap sebagai tindakan agar mahluk halus disembah-sembah manusia. Di dalam hatinya penuh prasangka buruk. Harusnya manusia terimakasih kepada mahluk halaus yang menjaga kelangsungan sumber air sehingga bangsa manusia tetap bisa memanfaatkan airnya selama ratusan tahun. Jangankan memberikan sesuatu kepada mahluk halus, mengucapkan terimakasih saja enggan. Malah bersikap sombong merasa diri sebagai mahluk paling sempurna yang harus ditakuti oleh bangsa lelembut dan mahluk-mahluk lainnya. Itulah kecongkakan bangsa manusia yang masih rendah kesadaran spiritualnya. Berlagak preman kampung.
Apa sih beratnya, jika si penjaga yang telah sangat berjasa untuk seluruh mahluk hidup itu kalau hanya minta didatangkan grup seni tayub ? Itupun hanya berlangsung tiap 2 tahun sekali. Seberapa besar pengorbanan bangsa manusia dan seberapa besar kesulitannya hanya untuk menanggap seni tradisional yang murah meriah itu? Itupun tak sebanding dengan berkah dari adanya sumber air yang tak pernah surut sekalipun digunakan oleh warga masyarakat Sumber Rejo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar