Minggu, 30 Juni 2013

KITAB PENGOBATAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Kitab pengobatan Batak Toba adalah salah satu dari beberapa kitab yang diberikan oleh Debata Mula Jadi Na Bolon. Debata Mula Jadi Na Bolon adalah sang penipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa, namun pada Orang Batak Toba dikenal dengan Debata Mula Jadi Na Bolon. Debata Mula Jadi Na Bolon adalah pencipta langit dan bumi dan semua isinya. Sebagai mahluk yang paling tinggi derajatnya dibanding mahluk lain serta mahluk yang memiliki akal dan budi, manusia diberikan hak untuk menguasai bumi. Pada Kitab Pengobatan Batak Toba Debata Mula Jadi Na Bolon memberikan  pengetahuan kepada manusia agar bisa hidup sehat dan bisa sembuh dari penyakit.
Kitab Pengobatan Batak Toba ini berisi bagaimana manusia agar sehat selalu, dan bagi orang sakit menjadi sembuh, bagaimana agar dekat dengan Tuhan dan bagaimana melaksanakan budaya ritual agar manusia itu sehat. Dalam kehidupan Orang Batak segala sesuatunya termasuk mengenai pengobatan selalu seiring dengan budaya ritual dan barang pusaka peninggalan leluhur zaman dahulu untuk mengetahui bagaimana cara mendekatkan diri pada sang pencipta agar manusia tetap sehat dan jauh dari mara bahaya.  Mulajadi Nabolon Tuhan Yang Maha Esa bersabda : “Segala sesuatunya yang tumbuh diatas bumi dan di dalam air sudah ada gunanya masing-masing di dalam kehidupan sehari-hari, sebab tidak semua manusia yang dapat menyatukan darahku dengan darahnya, maka gunakan tumbuhan ini untuk kehidupanmu”.
Dengan membaca dan menghayati isi dari kitab pengobatan ini maka seseorang itu akan mampu menciptakan pola hidup sehat secara jasmani. Pada masyarakat Batak  Toba orang  yang paling mengetahui isi dari Kitab Pengobatan ini disebut sebagai Sibaso. Sibaso adalah Datu (Dukun perempuan). Pada zaman saat sekarang ini Dukun Sibaso sudah jarang ditemukan, tapi diberbagai daerah masih dapat ditemukan orang yang bisa mengobi orang sakit secara Tradisional. Orang ini sering disebut sebagai Namalo atau orang pintar. sering juga disebut sebagai seorang Datu (Dukun). Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan pengetahuan dan teknologi masyarakat sudah beralih ke hal yang modern, termasuk dalam hal pengobatan. Hal ini karena banyak pihak yang beranggapan bahwa berobat ke Namalo (Dukun) tidak zamannya lagi. Clifford Geertz dalam bukunya “the interpretation of culture “ (Ibrahim Gultom, 2010) menyebutkan bahwa orang cenderung mengabaikan kepercayaan tradisional dan menganggapnya sebagai penghambat pembangunan.
Berbagai pengalaman telah dapat membuktikan bahwa Pengobatan Tradisional Batak yang dilakukan oleh seorang Namalo ini tidak selalu kalah dengan pengobatan yang diterapkan oleh Dokter (tim medis). Hanya saja sistem Pengobatan ini tidak melibatkan alat teknologi canggih seperti halnya peralatan medis. Pengkajian mengenai obat yang digunakan oleh tim medis dengan obat yang digunakan oleh tim Namalo  sangat jauh berbeda. Pihak tim medis telah mencampur zat kimia kedalam obat yang dipergunakan, sementara tim Namalo masih alami. Obat yang digunakan oleh tim Namalo adalah jenis tumbuh-tumbuhan tertentu yang masih alami. Untuk meramu diperlukan alat-alat tradisional . mengenai hal ini De Boer (Sitor Situmorang ,2009:345) memaparkan bahwa jika sakit Orang Batak Toba dilarang minum obat dari dokter.
Pengobatan oleh seorang namalo kerap dilakukan disebuah ruangan khusus (kamar) yang memang sudah dikhususkan untuk ruangan pengobatan. Ada juga yang dilakukan ditempat-tempat tertentu yang dianggap sakral dan sepi. Hal ini untuk bisa melakukan konsentrasi karena kebudayaan itu melengkapi manusia dengan cara-cara penyesuaian diri pada kebutuhan-kebutuhan fisiologis dari badan mereka sendiri, dan penyesuaian pada lingkungan yang bersifat fisik-geografis maupun pada lingkungan sosialnya. Dengan perkataan lain tempat ritual dilakukan dengan memperhatikan keadaan sekitar, tidak boleh ribut. Sebagaimana yang dikatakan oleh T.O.Ihromo (2006:28)  bahwa tiap-tiap adat yang meningkatkan ketahanan suatu masyarakat dalam lingkungan tertentu merupakan adat yang disesuaikan. Pada umumnya kebudayaan bersifat adaptif Misalnya adalah seperti kuburan nenek moyang, dibawah pohon hariara  dan sebagainya. Dengan kata lain tempat tersebut disesuaikan dengan keadaan lingkungan. Pada pengobatan tradisional Batak Toba yang menyediakan segala keperluan selain benda-benda pusaka biasanya adalah orang yang berobat. Semua perlengkapan yang dibutuhkan harus terpenuhi guna mendapatkan hasil yang sempurna. Orang yang melakukan kunjungan atau Berziarah ketempat-tempat sakral adalah karena mengalami gangguan roh halus, maka ziarah dilakukan agar mahluk halus yang merasuki orang tersebut segera meninggalkannya.
Dalam pengobatan tradisional Batak Toba seperti yang ada dalam Kitab Pengobatan kerap disertai oleh ritual-ritual. Namun setiap masalah yang hendak diselesaikan berbeda upacara ritualnya. Benda pusaka yang diwariskan oleh nenek moyang pun sering digunakan. Benda-benda pusaka tersebut digunakan karena dianggap memiliki kekuatan magic dan unutuk mengetahui bagai mana cara menyembuhkan yang sakit dan untuk mendekatkan diri kepada Debata Mula Jadi Na Bolon (Tuhan Yang Maha Esa). pandangan kepercayaan terhadap Debata Mula Jadi Na Bolon memang dianggap primitif, namun E.B.Tylor (Swardi Endraswara, 2006:224) menegaskan bahwa penganut kepercayaan primitif pun juga berpikir rasional  meskipun pengetahuannya sedikit, pandangannya tetap masuk akal meskipun lemah.
Pada saat sekarang ini seorang Dukun (Namalo) bukan hanya untuk mengobati orang sakit dan kemasukan roh (mahluk halus) lagi, tetapi juga ada Dukun  yang bisa dipergunakan untuk menaikkan status sosial atau pangkat atau pun jabatan seseorang. Tidak mengherankan lagi apabila ada seseorang yang menginginkan suatu kedudukan atau jabatan pergi menemui dukun.
  1. PERUMUSAN MASALAH
Pengobatan yang ada dalam Kitab Pengobatan orang Batak Toba harus dilakukan dengan serius. Jika Selama upara (ritual) si pasien tidak memfokuskan pikiran atau dia bimbang maka hasil dari ritual pengobatan tersebut tidak akan berhasil bahkan tidak tertutup kemungkinan akan menjadi semakin parah. Pelaksanaan ritual pengobatan ini ada yang dipengaruhi oleh waktu dan atau keadaan yang pada orang batak dikenal dengan istilah maniti ari, dan ada juga yang tidak dipengaruhi oleh waktu (kapan saja bisa dilakukan). Banyak orang yang mengalami berbagai masalah gangguan roh datang berziarah ke Tanah Batak dan mendapatkan kesembuhan. Hal ini karena mereka memenuhi seluruh permintaan roh yang dilibatkan dalam pengobatan tersebut. Dengan demikian orang yang meyakini Pengobatan secara magic Batak Toba ini tidak hanya diakui oleh Masyarakat Batak Toba sendiri, tetapi juga orang lain.  Tempat yang dianggap paling bagus melakukan ziarah adalah Gunung Pusuk Buhit yang dianggap sebagai tempat lahirnya Bangsa  Batak Toba pertama. Pusuk Buhit diakui sebagai tempat yang keramat dan suci. Sampai saat sekarang ini masih banyak orang yang sering berziarah kesana.
Proses pengobatan yang disebutkan dalam Kitab Pengobatan sering dengan menggunakan benda-benda pusaka untuk memanggil roh/sahala. Roh/sahala diyakini mampu memberikan jalan keluar dari masalah penyakit seseorang. Ada pun benda-benda pusaka yang digunakan adalah Tunggal Panaluan, Piso Si pitu Sarung, Piso Silima Sarung, Solam Mula Jadi, Piso Gaja Dompak, Piso Sitolu Sarung, dan lain-lain. Sebutan bagi orang yang memiliki kemampuan tertiggi dalam mengobati adalah Datu Bolon (laki-laki) dan juga Sibaso (perempuan). Diberbagai daerah di Tanah Batak masih dapat ditemukan seorang Dukun tapi mereka tidak sehebat seorang Datu Bolon Maupun Sibaso.  Sibaso sering dipanggil untuk membantu ibu yang sedang mau melahirkan.
Dalam Kitab Pengobatan Batak Toba si Raja Batak mengisahkan bagaimana dia menelusuri pengobatan sejak manusia lahir sampai kehidupan dibumi. Si Raja Batak tidak pernah terlepas dari alam sekitarnya terlebih tumbuhan dan mahluk hidup lainnya. Untuk mendapatkan kehidupan yang sehat, Si Raja Batak berpesan agar manusia hendaknya memakan atau meminum Appapaga, Anggir, Ariman, Alinggo, Abajora, Addorabi, Assising, Arip-arip dan Ambaluang. Keseluruhan itu harus dimakan dan atau diminum sekali dalam sembilan hari, hal ini karena si Raja Batak menetapkan bahwa peredaran darah manusia ada sembilan maka makanan dan minuman tersebut akan melancarkan peredaran darah manusia.
Dari uraian diatas, maka permasalahan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. Bagaimana peran seorang Datu Bolon maupun Sibaso dalam pengobatan pada masyarakat Batak Toba
  2. Bagaimana peran benda-benda mistis (benda-benda pusaka) dalam pengobatan tradisi Batak Toba
  3. Bagaimana agar manusia itu sehat dan bagaimana melaksanakan ritual  agar manusia sembuh dari penyakit.
  1. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang pengobatan tradisional yang sampai pada zaman modern ini masih dilakukan oleh orang-orang tertentu, khususnya Masyarakat Batak Toba sebagaimana yang dipesankan oleh Si Raja Batak dalam Kitab Pengobatan. Dengan demikian tidak akan ada lagi timbul kesalah pahaman antara orang yang menganut atau masih melaksanakannya dengan orang yang tidak mendukungnya apalagi yang fanatik dengan agamanya.
Selanjutnya melalui pengungkapan makna dan fungsi dari pengobatan tradisional ini dalam konteks masyarakat Batak Toba pada khususnya dan orang yang ingin berobat pada orang Batak Toba dan berziarah kedaerah-daerah yang diyakini sebagai tempat yang sakral dan suci, diharapkan tentunya agar pihak-pihak lain mengakui bahwa dibalik tradisi leluhur Batak Toba ini ada tersimpan kekuatan dan makna serta keajaiban yang luar biasa sehingga dapat dijadikan sebagai komoditi yang harus dilestarikan dalam rangka mewarisi tradisi leluhur yang amat sangat besar manfatnya bagi kehidupan manusia.
  1. MANFAAT PENELITIAN
Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap analisis paerkembangan dunia ilmu antropologi budaya terlebih pemahaman mengenai fungsional struktural. Dari hasil penelitian ini akan diperoleh gambaran fungsi, makna dan arti secara fungsional struktural atas fenomena pengobatan tradisional Batak Toba sebagaimana yang ada dalam Kitab Pengobatan maka pihak yang menolak dan atau menolak tradisi ini akan yakin bahwa pengobatan tradisional dalam Kitab Pengobatan Batak Toba merupakan sebuah fenomena yang memiliki makna dan fungsi tertentu dalam kehidupan manusia.
  1. LANDASAN TEORI
Kitab Pengobatan Batak Toba ini pada dasarnya adalah Kitab Pengobatan yang berisikan tentang bagaimana agar manusia itu khususnya Masyarakat Batak Toba bisa hidup sehat. Pengobatan dalam Kitab ini merupakan warisan budaya spiritual nenek moyang Batak Toba yang sampai sekarang masih dilaksanakan oleh sebagian Masyarakat Batak Toba.
Adapun jenis pengobatan yang ada dalam Kitab Pengobatan Batak Toba adalah Dappol Siburuk, Pengobatan Anak Mulai Dikandungan Sampai Lahir, Pengobatan Ibu Setelah Melahirkan, Pengobatan Mata, Mencari Kesuksesan (kharisma, wibawa dan kesehatan), Twar Mula Jadi, dan Upacara Ritual dalam pengobatan. Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa Si Raja Batak tidak menginginkan manusia khusunya Orang Bata Toba sakit, dan jika manusia sakit Si Raja Batak Tidak mengijinkan mereka berobat kedokter sebagaimana yang dicatat oleh De Boer (Sitor Situmorang, 2009:345).
Ibrahim Gultom (2010) menyebutkan upacara ritual dalam pengobatan merupakan pedoman perilaku yang dianut oleh agama malim, seperti : Marari Sabtu, Martutu Aek, Upacara Pasahat Tondi, Upacara Mardebata, Upacara Mangan Na Paet, Upacara Sipaha Sada, Upacara Sipaha Lima, Upacara Mamasu-masu, dan Upacara Manganggiri. Menurut Hughes (Fosterr/Anderson, 2009 : 6) hal pengobatan tradisiona Batak Toba ini merupakan etnomedisin, yaitu kepercayaan dan praktek-praktek yang berkenaan dengan penyakit, yang merupakan hasil dari perkembangan kebudayaan asli dan yang eksplisit tidak berasal dari kerangka konseptual.
 
 
Tata cara MarariSsabtu adalah sabagai berikut:
* Menyiapkan air penyucian (aek pangurason) yang diambil terlebih dahulu dari sumber air sebelum ada orang lain mengambil air dari sana dimasukkan kedalam mangkuk putih serta dan mempersiapkan alat pembakaran dupa dan peralatan lainnya.
* Jeruk purut dibelah dengan beralaskan kain putih bersih dan airnya dicampur dengan air yang sudah disiapkan dalam mangkuk putih dan bane-bane (daun) dimasukkan kedalam cangkir yang berisi air tersebut. Daun tersebut akan digunakan mamippis (memercikkan) air tersebut kepada semua peserta upacara.
* pada pukul 10.30 wib upacara dimulai. Ulu punguan (pemimpin upacara) memasuki ruangan parsantian (tempat melakukan upacara) dan diikuti oleh seluruh peserta upacara dan duduk bersila secara tertib dan rapi. Air dalam mangkuk putih harus sudah ada dalam Parsantian diatas tikar (lage tiar) yang berlapis tiga.
* Peserta upacara memfokuskan pikiran (berkonsentrasi) untuk mengikuti ritus demi ritus dalam upacara.
* Ulu punguan memercikkan air dalam cangkir kepada seluruh peserta upacara dengan maksud untuk membersihkan peserta dari dosa sebelum upacara dimulai.
* Setelah semua tertib, Ulu Punguan melafalkan tonggo-tonggo (Doa-doa) sedangkan peserta menyimaknya.
* Kemudian Ulu Punguan memaparkan isi patik dengan menghadap kepada peserta (layaknaya orang yang berceramah).
* Setelah itu dilakukan siraman ruhani yang diawali oleh satu atan dua orang dari peserta dan kemudian disimpulkan (panippuli) oleh Ulu Punguan. Upacara ritus diakhiri dengan memercikkan air kepada seluruh peserta upacara oleh Ulu Punguan (pemimpin upacara). Menurut Sito Situmorang (2009:338)  tata cara Marari Sabtu ini merupakan sakramen penyucian diri.
Upacara Marari Sabtu dilakukan dengan tujuan unutk menyucikan diri dari dosa-dosa terlebih dosa yang dilakukan dalam seminggu yang baru dilewati dan untuk membersihkan diri dari segala penyakit. Dengan kata lain untuk menyempurnakan batin. Menurut Wongso Negoro (Ilyas dan Imam, 1988:11) kebaktian adalah bentuk kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa menuju tercapainya budi luhur dan kesempurnaan hidup. Disisi lain Ilyas dan Imam (1988:11) mengatakan bahwa penganut kepercayaan merupakan paham yang bersifat dogmatis yang terjalin dalam adat-istiadat  hidup sehari-hari dan berbagai suku bangsa yang adat nenek moyang.
Dalam Kitab Pengobatan pada Batak Toba disebutkan bahwa pengobatan kerap melibatkan roh-roh nenek moyang. Seperti dalam pengobatan terhadap orang yang sakit akibat diguna-gunai oleh orang lain atau pun disebabkan mahluk halus (parjahat). Untuk mengobati oarang yang seperti itu tidak jarang seorang Namalo (dukun) yang dipercaya mengobati melakukan semedi dengan maksud untuk memenukan jalan keluar dan penyembuhan dari roh nenek moyang, dalam hal seperti ini roh yang yakini bisa membantu adalah Debata Mula Jadi Na Bolon, Si Raja Batak, dan roh nenek moyang lain yang diakui mampu membantu permasalahan manusia.
            Dalam pengobatan tradisional batak tidak selamanya menggunakan tumbuhan. Ada juga menggunakan makanan dan budaya ritual dalam pengobatan Batak Toba, Suku Batak selalu menggunakan Anggir dan Daun Sirih dari seluruh kegiatan pengobatan dan budaya ritual. Pengobatan dengan budaya ritual penyucian biasa dilakukan dengan memandikan para pasien ke dalam air yang mengalir dengan menggunakan Anggir dan tumbuhan lain yang sifatnya bertujuan membuang penyakit dari tubuh si penderita. Biasanya setelah selesai dimandikan setibanya dirumah akan diberikan makanan berupa Ayam bagi laki-laki dan Ikan bagi para wanita dengan tujuan agar roh para penderita menyatu dengan badan. Sebab manusia yang sakit biasanya karena rohnya tidak berada di dalam jasad.
Dalam Ilmu Perlindungan biasanya orang mencintainya dengan tujuan agar manusia tersebut jauh dari mara bahaya dan sekaligus membangunkan roh-roh kekuatan yang ada pada tubuhnya. Dalam memberikan ilmu pelindung ini biasanya sipenerima dibersihkan dan dibungkus dengan kain 3 warna, merah, putih, hitam dengan harapan merah kekuatan, putih kesucian dan hitam kebijakan berdiam dan bangkit dalam dirinya dan darahnya, sambil air jatuh di kepala si penerima dan si pemberi mengucapkan mantra (Doa) memohon untuk ilmu perlindungan tersebut.
Proses pengobatan dan perlindungan:
* Proses Penyucian : Dalam proses ini si Pasien dimandikan dengan Anggir (Jeruk Purut) agar bersih dari segala jenis kotoran, baik dalam badan maupun batin dan darah.
* Proses membangkitkan aura atau kekuatan darah : Dalam proses ini segala energi organ tubuh dibangkitkan dengan cara berdoa dan mengisi kesaktian.
* Proses memberi perlindungan : Dalam proses ini si Pasien di bungkus dengan kain tiga warna (merah, putih, dan hitam) dengan tujuan agar si pasien tersebut terbungkus dalam Hulambu Jati kebijakan, keimanan, dan keluhan, sebab manusia yang terbungkus segala niat jahat terhadap manusia tersebut tidak akan kesampaian lagi.
* Proses Pengukuhan I : Dalam proses ini si pasien diberi makan sesajen berupa : Ayam, Anggir, Air Putih dan Nasi Putih. Sesajen ini diberikan dengan tujuan agar badan dan roh menyatu bersama kekuatan benua atas, bawah dan tengah menyatu dengan diri sendiri.
* Proses Pengukuhan II : Dalam proses ini si pasien di mandikan ke dalam air Pacsur (Pancuran) atau air terjun dengan tujuan tahap penyatuan kekuatan benua atas, tengah dan bawah.
Pengobatan yang dilakukan dengan menggunakan benda-benda Pusaka yang dinilai dengan cara petunjuk beserta legenda, pusaka-pusaka ini sangat erat hubungannya dalam kehidupan sehari-hari pada masa lampau sesuai dengan maksud dan tujuan masing-masing Pusaka tersebut. Benda-benda Pusaka tersebut adalah:
Ø  Solam Mulajadi atau Pisau Mulajadi, yaitu pisau yang dibawa Debata Asi-asi dari banua ginjang (Benua atas). Pisau ini adalah himpunan seluruh pengetahuan orang batak, sebab pisau ini berisi aksara batak 19+7 pengetahuan.
Ø  Piso Sipitu Sasarung, yaitu pisau yang mana dalam 1 sarung terdapat 7 buah pisau di dalamnya yang melambangkan tujuh kekuatan yang dibawa oleh Putri Kayangan dari Banua Ginjang untuk bekal hidup Siraja Batak yang baru.
Ø  Piso Silima Sasarung, yaitu pisau yang dalam satu sarung tetapi di dalamnya ada lima buah mata pisau. Di dalam pisau ini berisikan kehidupan manusia, dimana menurut Orang Batak manusia lahir kedunia ini mempunyai empat roh kelima badan (wujud). Maka dalam ilmu meditasi untuk mendekatkan diri kepada Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa) harus lebih dulu menyatukan 4 roh kelima badan.
Ø  Piso Sitolu Sasarung: adalah pisau yang mana dalam satu sarung ada tiga buah mata pisau. Pisau ini melambangkan kehidupan orang batak yang menyatu tiga benua.
Ø  Piso Siseat Anggir : Piso ini biasa digunakan pada saat membuat obat atau ilmu. Piso ini bertujuan hanya untuk memotong Anggir (Jeruk Purut).
Ø  Sunggul Sohuturon : Sunggul Sohuturon ini terbuat dari rotan yang di anyam berbentuk keranjang sunggul ini bertujuan untuk memanggil roh manusia yang lari atau roh yang diambil oleh keramat.
Ø  Pukkor Anggir : Pukkor Anggir ini digunakan untuk menusuk Anggir dan mendoakannya pada saat menusuk sebelum Anggir tersebut di potong.
Ø  Tutu : Tutu ini bertujuan untuk menggiling ramuan-ramuan obat yang hendak digunakan pada orang sakit.
Ø  Sahang : Sahang ini adalah yang terbuat dari Gading Gajah dan digunakan sebagai tempat obat yang mampu mengobati segala jenis penyakit manusia, Gupak : digunakan memotong obat yang jenisnya keras seperti akar-akaran, kayu-kayuan dan lain-lain.
Ø  Tukkot Tunggal Panaluan yang merupakan  Tongkat Sakti Si Raja Batak yang diukir dari kejadian yang sebenarnya, yang merupakan kesatuan kesaktian benua atas, benua tengah dan benua bawah.
Ø  Piso Tobbuk Lada  yaitu Pisau Kecil yang biasa digunakan untuk memotong dan mengiris ramuan obat.
Ø  Tukkot Sitonggo Mual  yaitu  Tongkat sakti Siraja Batak yang mana pada zaman dulu dalam perjalanan apabila air tidak ada jika tongkat ini ditancapkan ke tanah maka mata air akan keluar.
Ø  Piso Solam Debata, Piso Gaja Doppak yang berfungsi untuk meluruskan ritual agar diterima oleh roh nenek moyang yang akan dipanggil.
            Analisis tentang pengobatan dalam Kitab Pengobatan Batak Toba harus memperhatikan ungkapan-ungkapan tradisional Batak Toba yang sering digunakan dalam upacara ritual. Ungkapan (mantra) spiritual dalam prosesi pengobatan sering diwujudkan dalam bentuk teks-teks yang khas, mantra-mantra, serta doa-doa yang dirangkai oleh nenek moyang Orang Batak terdahulu. Rangkaian kata-kata yang bersifat magis, sakral, dan suci yang diucapkan dalam upacara penyembuhan dimaksudkan untuk menemukan makna dan hasil yang memuaskan. Sebagaimana yang dipungkapkan oleh Rad-Cliffe Brown (Kuper, 1996 : 47-61) dalam hal analisis spiritual harus sampai pada makna dan tujuan. Dengan cara ini maka akan terungkap lah makna dan fungsi ritual pengobatan yang dilaksanakan yang berkaitan dengan kebutuhan dasar  semua masyarakatyang disebut “coaptation”. Lebih lanjut ilmuwan ini juga mengatakan bahwa sistem budaya dapat dipandang memiliki kebutuhan sosial.
            Berdasarkan pendapat diatas, maka penelitian ini akan melihat lebih jauh kepada ritual pengobatan dengan masyarakat yang menganutnya (masih melaksanakannya). Dalam kaitan ini analisis diarahkan melalui ritual pengobatan dalam rangka memenuhi kesehatan pendukungnya sebagai kesatuan masyarakat yang utuh.
  1. METODE PENELITIAN
1.    PENENTUAN LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini memilih aktifitaspengobatan tradisional Batak Toba yang sampai sekarang masihada yang tetap mempertahankannya walaupun diantara keseluruhan perlengkapan dalam ritual masa kini tidak lagi sekompleks masa dahulu. Maka lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di Tanah Batak yaitu disekitar Samosir dan atau sekitar daerah Danau Toba. lokasi pelaksanaan ritual pengobatan pada Batak Toba relatif sepi dan diaggap sakral karena akan memanggil roh nenek moyang yang dianggap mampu memberikan pertolongan.
Aktifitas pengobatan tradisional Batak Toba khususnya mengenai perawatan bayi dan penyembuhan karena diguna-gunai oleh orang lain masih dilaksanakan diberbagai daerah persebaran Etnis Batak Toba, seperti misalnya Pakpak Bharat-Dairi. Pelaksanaan didaerah persebaran ini hampir sama dengan pelaksanaan ritual di daerah asal yakni sekitaran Danau Toba dimana pelaksanaannya dilakukan diruangan khusus dan sepi. Namun karena pelaksanaan ritual di daerah sekitar Danau Toba-Samosir yang dianggap lebih kompleks mengenai ritual Pengobatan Batak Toba tentu saja hal ini dianggap lebih khas oleh  masyarakat.
2.    PENENTUAN INFORMAN
Untuk penentuan informan dalam penelitian ini digunakan konsep yang dipopulerkan oleh Spradly (1997:61) yang  prisipnya mengkehendaki seorang informan itu harus paham terhadap budaya yang dibutuhkan. Melihat budaya Ritual Pengobatan Pada masyarakat Batak Toba yang tidak banyak mengetahui Ritual Pengobatan secara kompleks maka penentuan informan dilakukan dengan teknik informan berkelanjutan, yaitu berdasarkan informasi dan rekomendasi dari informan sesudahnya untuk mendapatkan informan selanjutnya hingga sampai menemukan data jenuh atau sampai tidak ditemukan lagi data tambahan.
Berdasarkan uraian diatas,  maka informan kunci yang bdipilih adalah pendukung Ritual Pengobatan Pada Masyarakat Batak Toba atau orang yang masih melaksanakannya. Informan lain yang dipilih adalah orang-orang yang masih pernah atau masih berobat ke Dukun dan dukun itu sendiri. Karakteristik informan tidak ditentukan oleh peneliti tetapi didasarkan pada petunjuk atau pun rekomendasi dari informan setelahnya. Kemudian peneliti akan menghubungi informan sebelumnya itu untuk mendapatkan data berikutnya.
3.    TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Untuk pengumpulan data peneliti nmenggunakan tekknik seperti yang diutarakan oleh Maryaeni (2005, 60-74) yaitu: teknik survei, partisipant observation, dokumen, wawancara serta pengalaman personal (pribadi).
Teknik survei dilakukan untuk mengetahui bagaimana pendapat sekelompok masyarakat tertentu terhadap Ritual Pengobatan Batak Toba. dalam teknik ini peneliti akan membuat daftar pertanyaan yang akan diajukan, memilah satuan variabel seperti memilah pendapat atau tanggapan dari masyarakat yang ditanyai berdasarkan tingkat pendidikan, membuat quessioner. Untuk teknik partisispant observation peneliti akan mengambil bagian pada upacara ritual pengobatan Batak Toba guna mendapatkan data yang akurat dan untuk melihat secara langsung aspek-aspek ritual dan prosesi ritual. Teknik ini juga dimaksudkan agar peneliti lebih mudah dalam melakukan wawancara dengan informan secara mendalam. Dalam meneliti peneliti akan menggunakan Bahasa Indonesia dan bahasa Batak Toba karena akan ada nantinya yang akan diungkapkan dalam bahasa Batak Toba yang berhubungan dengan ritual pengobatan. Kemudian data yang ditemukan dalam bahasa Batak Toba akan diterjemahkan keda lam bahasa Indonesia dan kemudian diolah.
Indepth interview (wawancara mwndalam) dilakukan sebelum dan sesudah melaksanakan ritual pengobatan pada masyarakat Batak Toba. wawancara pertama dilakukan pada informan kunci yaitu Datu atau Namalo (dukun) kemudian akan melanjutkan wawancara dengan informan selanjutnya  sesuai dengan rekomendasi atau pun petunjuk informan kunci. Demikian seterusnya melakukan wawancara berdasarkan petunjuk informan setelahnya sampai ditemukan titik jenuh. Teknik dokumen dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang ritual pengobatan pada masyarakat Batak Toba yang kemudian akan ditanyakan kepada informan. Pengalaman pribadi dibutuhkan untuk membekali peneliti dalam melaksanakan penelitian, baik dalam partisipant observation maupun wawancara, sehingga akan lebih mudah dilakukan. Disamping teknik diatas, peneliti juga akan berkonsultasi dengan pembimbing.
4.    TEKNIK ANALISIS DATA
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang berupa deskripsi mendalam terhadap fenomena ritual pengobatan pada masyarakat Batak Toba berdasarkan Kitab Pengobtan. Dalam hal ini digunakan teknik analisis TPM (Teknik Pemadanan Maksimal). Cara kerja yang akan dilakukan dalam teknik analisis data ini adalah : melakukan pengelompokan, menyusun tipologi, membuat perbandingan atas tipologi data yang tersusun, menghapus data (tipologi) yang mirip, memadankan dan menguntai cluster data penelitian  menjadi untaian teks (Maryaeni, 2005:75).
Sehubungan dengan teknik analisis data diatas maka peneliti juga akan menggunakan tahap analisis data Van Manen (Maryaeni, 2005:76)yaitu: tahap pertama adalah tahap epoche. Pada tahap ini peneliti akan membuat gambaran sesuai dengan informasi yang terdapat dalam teks  yang terekonstruksikan. Untuk memahami informasi akan dilakukan pembacaan ulang dan penelusuran serta refleksi pengalaman. Tahap kedua yaitu tahap reduksi. Pada tahap ini peneliti akan menyaring representasi makna atau npun informasi yang didapat sesuai dengan lingkup permasalahan yang digarap atau diteliti.  Kemudian tahap ketiga yaitu tahap strukturasi. Pada tahap ini peneliti akan mengidentifikasi hubungan komponen yang satu dengan komponen yang lainnya dalam satuan teks, hubungan satuan makna yang satu dengan yang lain dengan satuan teksnyan sehingga membentuk satuan pemahaman secara sistematik.
Dalam analisis ini yang berbicara adalah data, sedangkan peneliti tidak melakukan penafsiran.jika pun ada penafsiran itu adalah hasil pemahaman dari interpretasi informan terhadap ritual pengobatan pada masyarakat Batak Toba. dengan cara seperti ini maka akan terlihat makna dan fungsi ritual pengobatan bagi pendukungnya tanpa intervensi peneliti. Hal ini dilandasi asumsi karena mereka yang terlibat dalam ritual pengobatan pada masyarakat Batak Toba diharapkan mengetahui makna dan fungsinya bagi individu sebagai anggota masyarakat.

3 komentar:

  1. Smoga ...semua orang batak mengetahui
    nya.dan marikita saling menghargai
    Antarakebudayaan yg ada di nkri

    BalasHapus
  2. mohon edarkan terus seluruh ilmu batak dan budaya batak macam tor tor dan maknanya...(kenal maka sayang)kita rindu budaya, adat ,agama,batak

    BalasHapus
  3. Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong Sgp

    BalasHapus